RSS

Rabu, 15 Agustus 2012

AKU {judul sementara}


             Bersama mentari aku terbenam
             Bersama senja aku bergandengan
             Mungkin menyambut kesendirianku
             Tanpamu . .
             Pada  cakrawala ku lukiskan rinduku
             Mungkin tak akan lagi bersamamu
             Yang kau porak-porandakan bersama tebing-tebing ,
             Rumah-rumah, yang kau janjikan bersama teratai
             Dan kesetiaanku masih menunggu dibalik dinding

             Senja baru saja menghilang! Berapa kali senja pergi tanpamu sayang? Aku menunggumu.. Mungkin masih menunggumu! Kapan kau kembali? Tega sekali kau menghancurkan harapanku? Hatiku? Kau tembus begitu saja dengan pisau! Mengapa kau begitu jahat sayangku? Kamu tidak takut kalau aku akan pergi bersama wanita lain? Apa jangan-jangan kau juga punya simpanan? Lelaki selain aku, begitu?!
             Hah?! Mengapa aku begitu cengeng? Masa laki-laki harus menangisi wanita? Tapi asal kalian tau saja, wanita ini bukan sembarang wanita! Dia adalah.. seseorang yang luar biasa! Wanita manapun tidak bisa menggantikan posisinya dihatiku!
             Tapi.. Tapi.. sudah lama ia pergi! Dia pergi ke kota lain. Kota yang penduduknya menyukai baju putih. Kota yang tidak ada kuburannya! Jaraknya jauh sekali dari kota tempat aku beranjak sekarang. Tapi aku yakin, dia pasti lebih suka tempat itu dari pada disini, Tenggarong, kota yang katanya asri! Nyatanya.. banyak sampah! Bau! Sungainya juga kotor. Bahkan aku susah untuk melihat ikan-ikan yang sedang berenang. Mahakam! Sungai yang menjadi kebanggaan orang sini. Tempat aku dulu bersama wanitaku merencanakan untuk berenang bersama? Sedikit bolang memang. Tapi itulah dia, wanitaku! Selalu ceria, tersenyum, ketawa-ketawa kayak nenek lampir, loncat-loncat sendirian sampai susunya meroyah naik-turun hanya karena nilai matematika dirapotnya dapat 90! Bangga sekali aku padanya.. Bahkan nilaiku pun dikalahkannya.
             Itulah wanitaku, yang namanya.. masih aku simpan! Tak akan aku beri tahu pada kalian, karena, kalau kalian sudah mendengar namanya, kalian bisa suka juga padanya! Dia aku simbolkan sebagai “Si cantik”. Karna dia memang sangat cantik! Aku beruntung pernah mengenalnya. Aku beruntung sempat memilikinya sampai pada akhirnya dia pindah ke kota “itu”. Tapi “Si Cantik” hanyalah milikku! Dia itu seperti bintang. Dan kalian tidak akan pernah meraihnya sekalipun kalian memakai pesawat jet untuk menggapainya dilangit. Hanya aku! Ya, hanya aku..
             Walaupun dia sudah pindah, tapi aku tetap sayang padanya! Dia masih seperti dulu, setia menemani aku menulis puisi. Dan aku selalu menulis dikala senja datang. Senja itu merah, “Si Cantik” suka warna merah! Dan ia ibaratkan dirinya itu adalah senja. Tapi aku lebih suka memanggilnya dengan sebutan “Si Cantik”. Aku tidak terlalu menyukai senja! Senja itu sombong! Baru datang sebentar, lalu pergi lagi! Bahkan pernah suatu hari saat senja datang kerumahku, ia tidak sempat minum teh bersamaku. Kalian tahu kenapa? Karena ia harus cepat-cepat pergi! Dia pikir dia itu artis? Jadi aku tidak terlalu menyukai senja! Walaupun setiap hari ia tidak pernah tidak datang kerumahku. Tapi aku mulai belajar menyukai senja saat aku tahu ternyata “Si Cantik” juga menyukainya! Dan sekarang, setelah “Si Cantik” pergi, tidak ada lagi yang menemani aku menulis puisi! Senjalah yang menemani aku. Aku bersyukur senja masih mau menemani aku! Bahkan setelah “Si Cantik” pergi. Walaupun ia hanya seperti biasa, mampir sebentar. Untuk itu aku selalu menyiapkan teh bahkan sebelum senja datang!

             Pada senja aku mengaduh
             Tentang bukuku yang semalam membatu
             Kusilirkan sungai pada penantian
             Yang resah menunggu gelisah
             Perandaianku kau gelayuti semalam lewat tulisan
             Dan pada embun pagi . .
             Hanya kau jadikan hembusan angin belaka

             Kalian tahu aku? Ya, aku.. aku adalah pengecut dan aku adalah orang bodoh yang begitu saja membiarkan “Si Cantik” pergi. Mungkin wanitaku itu marah kepadaku. Tapi karena apa? Pernah aku bertanya pada senja kenapa “Si Cantik” pergi meninggalkan aku? Tapi senja itu bisu. Saksi bisu. Saksi abadi cinta kami. Jadi selama aku masih hidup, tanyakan saja apa pun tentang kisah cintaku bersama “Si Cantik”! Karena.. kalau aku sudah mati, kalian tidak akan bisa menanyai siapa pun bahkan dengan senja! Senja itu tolol, bahkan untuk mengangguk atau menggeleng pun ia tidak bisa ketika aku menanyainya. Tapi senja juga begitu cerdik, ia memberi tahu malam untuk menyampaikan pesannya, kenapa “Si Cantik” pergi begitu saja? Tanpa pamit, padaku! Senja itu pemalu, ia tidak pernah mau memberi tahu aku secara langsung. Makanya ia suruh malam untuk menyampaikan ‘Kenapa “Si Cantik” pergi meninggalkan aku’ padaku. Dan malam selalu menyampaikan pesan senja tatkala aku sedang tidur!
             Dan sekarang aku tahu jawabannya. .
             HP? Sebuah benda kecil, segi empat-kotak, tapi menyenangkan itulah penyebab dari “Si Cantik” pergi meninggalkan aku! Dan yang lebih mengejutkan lagi, HP itu adalah HP ku sendiri. Jadi karena HP ku wanitaku meninggalkan aku. Dan ternyata yang kumiliki meninggalkan aku karena sesuatu yang aku miliki pula? Betul kata Mega-Pro, Hidup itu adalah pilihan!
             Ingatanku tiba-tiba kembali kepada satu bulan lalu, saat “Si Cantik” masih disini, masih satu sekolah bersamaku, walaupun beda kelas, aku di 9F, sedangkan dia di 9A. Ya, kami memang masih SMP! Walaupun dilarang orang tuaku untuk berpacaran, tapi aku tidak mau kehilangan “Si Cantik”! Jadi aku backstreet saja. Hehe.. Aku jadi terkekeh sendiri!
             Satu bulan lalu, waktu yang begitu cepat bagiku untuk melepaskan “Si Cantik”! Aku masih kangen dia, aku rindu senyumnya, aku rindu ingin memeluk dan menciumnya! Aku rindu bau badannya sehabis pelajaran olahraga, aku rindu melihat kalung yang bergantung dilehernya yang berbentuk setengah hati dan bertuliskan namaku!
             Ketika istirahat sekolah ia selalu memanggilku untuk ke kelasnya melalui utusannya (temannya). Dan dengan girangnya aku pun menghampirinya. Tapi aku juga benci “Si Cantik”! Ternyata dia memanggilku hanya untuk memarahi aku? Menyebalkan!
             “Kenapa tadi dua-duaan sama Tiiit (sensor)? Kenapa tadi pegang-pegangan sama ini, itu, ini, itu?” Itulah kata-kata andalannya saat melihatku masuk ke kelasnya. Dan setelah ia puas memarahi aku, aku selalu meminta maaf padanya. Padahal aku tidak salah, aku ulangi sekali lagi, AKU TIDAK SALAH!!! Tapi, demi “Si Cantik”, aku rela difitnah seperti itu. Dan nyatanya.. pengorbananku sia-sia. Ia tetap meninggalkan aku! “Si Cantik” jahat! Ia tidak pernah mau mengerti perasaanku. Setiap kali aku datang ke kelasnya ia selalu dan selalu memarahi aku? Dia bilang aku gandengan sama wanita lain lah, bermesraan sama wanita lain lah, selingkuh lah! Itu-itu saja.. Sedangkan dia sering sama lelaki lain saja aku tidak melarangnya. Dia itu cemburuan! Tapi, aku mafhum, karena itu tandanya “Si Cantik” sayang padaku! J
             Semenjak hari itu, “Si Cantik” tidak mau memaafkan aku. Aku berusaha membujuknya. Tapi percuma! Dia tidak mau memaafkan aku, kecuali.. aku bawa HP ku! Kenapa harus bawa HP? Tanyaku waktu itu. Dan ia bilang akan memeriksa isi HP ku, galerinya, kotak masuknya, kontaknya, segala macam! GLEK!!! Jantungku tiba-tiba berdegub kencang. Bukan karena aku memang beneran selingkuh. Tapi ada alasan sesungguhnya yang tidak bisa aku beri tahu pada kalian! “Si Cantik” saja tidak aku beri tahu, apalagi kalian. Tapi aku mengiyakan permintaan “Si Cantik”. Aku berjanji akan membawa HP besok.
             Esoknya pun, seperti biasa, “Si Cantik” memanggilku ke kelasnya dan hari ini ia menyuruh Iqbal-Si-Penjual-Pastel untuk memanggilku. Dan seperti biasa aku datang menemuinya di kelas, duduk disampingnya, lalu menanyai keperluannya. Dan seperti biasa juga “Si Cantik” selalu memegang tanganku.. dan DIGIGITNYA!!! Sakit sekali gigitannya. Tanpa menunggu menit kulitku yang kuning langsat seketika berubah menjadi biru. Brengsek “Si Cantik”!
             “Mana HP?” tanyanya sambil terkekeh karena melihat ekspresi wajahku yang terlihat kesakitan.
             “Aku lupa!” alasanku. Padahal itu hanya akal-akalan ku saja. Aku memang sengaja tidak membawa HP! Karena “Tiiit”. Seketika itu juga air muka “Si Cantik” berubah menjadi merah padam. Ia marah? Sudahlah, biar saja! Aku sudah biasa menghadapi kemarahannya. Jadi sudah aku siapkan, telinga, hati dan pikiranku untuk mendengar ocehannya yang tidak jelas itu!
             Tapi.. Kenapa “Si Cantik” diam? Ia menatapku tajam. Ia lepas tanganku perlahan. Apakah ia membatu? Aku pikir tidak! Aku masih bisa merasakan degub jantungnya yang dag-dig-dug setiap kali bertemu denganku. Tapi, mengapa ia hanya diam? Apa ia marah besar sehingga tidak mampu berkata-kata lagi?
             “Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt” tiba-tiba sebuah makian panjang ia lontarkan padaku. Aku kaget sekali, tetapi aku berusaha untuk tidak memperdulikannya. Dan aku harus men-sensor-nya disini. Karena makian “Si Cantik” kali ini kasar sekali. Melumat hatiku. Kalian tau bagaimana rasanya gantung diri di pohon cabai? Ya, seperti inilah aku sekarang. “Si Cantik” seperti sedang menggantung leherku dengan omongannya. Aku tak menyangka ia tega memaki aku dengan kata “Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt”.
             Tanpa menunggu lama, aku tinggalkan saja dia dengan ocehannya yang masih melayang-melayang di udara! Ia tambah marah. Dan yang lebih mengejutkan aku lagi, dia mengejarku! Dia berteriak-teriak kesetanan memanggil namaku. Tak ku herankan ia. Dengan yakinnya aku tetap berjalan. Walaupun semua anak disitu melihat kami dengan tatapan aneh, tetap ku biarkan ia mengejarku tanpa mengherankan ancamannya yang ingin memutuskan hubungan kami. Aku sangat  tau “Si Cantik”, dia itu cinta mati denganku. Jadi tidak mungkin ia berani memutuskan hubungan kami. Walaupun waktu itu aku juga kaget mendengar perkataannya.. Tapi aku tahu  benar “Si Cantik”. Dia itu kalau marah memang meledak-ledak! Tapi hanya sebentar. Dalam jangka waktu satu jam saja ia pasti akan kembali seperti semula. Dan saat aku sedang menuruni tangga..
             BRUKK!!!
             Tak sengaja aku menabrak seseorang. Seketika itu juga orang yang aku tabrak terjatuh dan semua benda yang ia bawa berserakan ditengah-tengah tangga!
             “Maaf!” ungkapku. Aku pun membantu orang yang kutabrak untuk berdiri. Nda!!!
             “Ha…!” balasnya. Ternyata dia juga baru menyadari bahwa yang menabraknya adalah aku! Nda-Si-Cantik-dari-Goa-Kombeng! Dialah mantan kekasihku. Kekasihku sewaktu aku kelas 1 SMP! Sebelum aku mengetahui keberadaan “Si Cantik”!
             Lamunanku tiba-tiba buyar ketika melihat Nda membereskan barang-barangnya yang terjatuh. MINYAK?! Untuk apa Nda membawa minyak didalam botol? Tanyaku waktu itu. Oo.. Ternyata itu adalah bahan sisa Nda praktek IPA dilaboratorium. Dan aku menyesal telah menumpahkannya.
             “Ha…!” teriak seseorang. “Si Cantik”! Maaf Nda! Aku pun pergi meninggalkan Nda. Aku lari secepat mungkin. Aku toleh kebelakang. Kulihat “Si Cantik” juga berlari mengejarku. Semakin aku percepat lariku. Hahaha..
             “Eh, kenapa tu?” teriak seorang cewek kepada kawannya. Aku terhenti ketika mendengar percakapan mereka. Tiba-tiba saja semua orang berlari berkerumunan ditangga yang baru saja aku turuni. Ada apa ya?
             Saking penasarannya, aku pun ikut berkerumun. Tapi secara sembunyi-sembunyi. Jangan sampai “Si Cantik” melihatku. Nanti ia pasti akan menyeretku keluar dari kerumunan dan menambahkan makiannya dengan kata-kata yang lebih tidak berperikemanusiaan!
             Ada apa sih? Ada apa sih?  Aku tidak bisa melihat secara langsung. Penuh sekali disini! Sebagian dari mereka ada yang mual-mual sehabis keluar dari kerumunan itu! Saking penasarannya aku pun berusaha menyerobot dari anak-anak ini. 
             DARAH! ROK BIRU! MINYAK ITU! WANITAKU! “SI CANTIK”!!! Air mataku mengucur seketika. Apa yang terjadi pada “Si Cantik”? Aku pegang kepalanya, penuh dengan darah! Kulepas seragamku dan aku ikatkan ke kepala “Si Cantik”. Guru-guru langsung berdatangan dan segera melarikan “Si Cantik” kerumah sakit. Apa yang terjadi? Mengapa?  AKU BINGUNG dan KALUT waktu itu! Air mataku tak henti-hentinya bercucuran. Aku harus menemani “Si Cantik” kerumah sakit! Harus!!!
             Sepanjang perjalanan aku terus menggenggam tangan “Si Cantik”. Kulihat wajahnya yang pucat. Tangannya dingin. Kulihat “Si Cantik” kesusahan mencari oksigen.
             “CEPAT PAK!!!” Teriakku pada supir ambulan.
             Setibanya dirumah sakit, dengan cepat “Si Cantik” dilarikan ke UGD. Aku masih ikut menemaninya sampai pada akhirnya aku distopkan di depan pintu UGD.      
             Tak berapa lama orang tua “Si Cantik” pun datang. Ibunya menangis sejadi-jadinya. Sedangkan ayahnya berusaha untuk tetap tegar walaupun aku lihat raut wajahnya yang tampak sedih. Lalu bu Lis, wali kelas 9A membawa orang tua “Si Cantik” agak jauh dari ruang UGD. Sepertinya bu Lis ingin menjelaskan apa yang terjadi. Aku merasa bersalah dengan orang tua “Si Cantik”! Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan?! Batinku. AKU MENYESAL TELAH MENUMPAHKAN MINYAK ITU!!! Seandainya aku tidak lari! “Si Cantik” pasti tidak akan mengejarku dan terpeleset. DASAR BODOH!!!
             Pikiranku kacau waktu itu. Aku kalut! Aku hanya duduk mematung mem-flashback kejadian yang baru saja aku alami.
             Berjam-jam aku menunggui “Si Cantik”! Tapi, “Si Cantik” belum saja selesai berjuang di dalam sana. Maafkan aku “Cantik”! Maaf kan aku! Aku memang tolol..
             AKU MEMANG TOLOL!!! Aku pukuli kepalaku sambil meronta-ronta.
             Tiba-tiba datang seseorang memegangi tanganku. PETUGAS!
             “Cepat panggil dokter! Orang gila ini mengamuk lagi!” kata petugas pada petugas satunya.
             Aku tetap bertahan didepan jendela neraka ini! Erat kupegang bingkai jendelanya yang terbuka. Aku tak mau di ikat lagi di kasur itu. Aku tak mau dibuat tidur dengan jarum itu. Aku tidak Gila! Kalian dengar itu, AKU TIDAK GILA!!! Tiba-tiba hembusan angin pun datang melewati jendela dan menerbangkan puisi yang baru saja aku buat untuk “Si Cantik”. Senja juga pamit untuk pulang. Mungkinkah senja membisiki angin untuk menyampaikan rinduku pada “Si Cantik”? Jauh angin itu menerbangkannya. Mungkin.. menuju surga!





J

Saya .... senang!

Saya sekarang senang!

Saya barusan senang!

Saya tadi senang!

Saya kemarin senang!

Saya dulu senang!

Saya pernah senang!

{Ketika kesenangan disadari hanyalah ilusi waktu yang disiasatkan iblis kepada Adam untuk melanggar aturan Tuhan. Lalu karena kesenangan yang dilakukannya, Adam diungsikan ke dunia, lalu ke surga lagi. Begitulah kesenangan, bikin sesat, karena siasat. Bolak-balik, bikin bingung. Sesaat, tapi nikmat!}

Sabtu, 11 Agustus 2012

BATAS





Namanya Iskandar Widjaja, lahir 25 tahun yang lalu di Berlin, Jerman. Pria berdarah Indonesia-Arab-China-Belanda
{Di sisi bumi yang lain} Namanya Risa Aulia, lahir 17 tahun yang lalu di Tenggarong, Indonesia.Perempuan berdarah Kutai-Banjar-dan sedikit kotor

Suatu hari di siang-siangku yang seperti sebelumnya, membosankan, suram, tanpa hasrat dan energi, aku diam. Hanya diam. Berpikir sejenak apa yang sebenarnya ingin aku lakukan. Nonton TV kah? Atau baca novel? Atau bisa saja mencuci kaus kaki. Tetapi aku lebih memilih mengambil timbangan! Berharap di sana akan tertera angka 46, ternyata...
Setelah merasa cukup frustasi dengan apa yang baru saja aku lihat, lalu aku duduk lagi. Diam. Mencari akal, harus ke mana aku tukar kebosanan ini dengan kebahagiaan, antusias, dan kehebohan?
Lalu aku diam. Diam. Dan diam lagi..
Diam terus..
Sampai pada detik ke 47 ketika jam menunjukkan pukul 16 lewat beberapa menit, aku mendengar samar-samar suara alunan biola.
Aku mencari asal melodi indah yang dihasilkan dari alat musik bohay tersebut. Ternyata dari kamar orang tuaku!
Aku diam lagi, tapi kali ini diamku sambil berpikir, "mungkin ini kamar jadi surga, dan suara biola itu suara malaikat yang memainkannya" begitu pikiran lebayku berkata.
Perlahan aku membuka pintu kamar mak dan bapakku. Mencoba masuk pelan-pelan agar tak mengagetkan siapapun malaikat yang sedang main biola itu.
Perlahan..
Lebih pelan lagi..
Dan, HAP! tak kutemukan seorangpun. Mataku tiba-tiba tertuju pada sumber suara TV yang menyala kedip-kedip mesra menyapaku yang kembali diam. Kali ini bukan diam tanpa alasan. Tapi diam dengan menganga. Dibalik kaca itu kulihat sosok lelaki yang sangat.. SANGAT TAMPAN!!! Dan digaris bawah televisi kubaca jelas, ISKANDAR WIDJAJA.
Lalu aku diam, kali ini berganti dari terpukau menjadi sadar. Tersadar bahwa ada kaca yang membatasi antara ruangnya dan ruangku sekarang..

Tepat ketika menulis ini, kakakku yang baru selesai cuci piring dan melewatiku ketika ingin kembali ke kamar berkata, "Masa ada orang bunuh diri di Robinson?"..

Kamis, 09 Agustus 2012

THE MOST UNIMPORTANT PART!!! Introduced My Self ._.

Assalamualaikum haiii semua, apa kabar? hm, nama gue risa aulia. Gue orangnya biasa ajaaa. Karna gue orangnya biasa, jadi gue juga belajar di sekolah biasa, bukan di sekolah luar biasa! Selain biasa, gue juga UNIMPORTANT alias gak penting ._. terbukti dari apapun yang gue lakukan selalu mengundang komen orang-orang "apaan sih ni anak" dan bahkan kalo bisa digambarkan itu kayak tokoh di komik-komik yang kepalanya selalu bertengger tanda tanya besar ketika ngeliat gue melakukan sesuatu. Apapun! -_-" contoh nih ya, gue pernah iseng ikut sanggar tari di kota terchuyunkz gue, tepatnya di sanggar tari lanjong. Awalnya waktu di test tari daerah dasar gue langsung diterima dan langsung gabung latihan rutin sama senior-senior di sana. Gue bahagia dan ngerasa kalo gue punya bakat disitu, ternyata eh ternyata, waktu gue nari, *gue sih gak nyadar* semua orang pada ngetawain gue!!!! Gue sempat mikir, apa yang salah? Tapi gue tetep aja nari kaya orang bego. Well, dan gue sukses mempermalukan diri gue sendiri. *end*

Beralih ke bakat nyanyi gue, waktu itu gue masih SMP kelas 1 dan seneng banget sama nyanyi. Dan kebetulan waktu itu yang lagi hits ya lagunya Gita Gutawa, gue nyanyi dengan mengikuti gaya bernyanyi dia. Alhasil, gue berhasil bikin konser tunggal dan tampil tiap sore di spektakuler show *read: kamar mandi*. Suatu sore waktu gue mau konser, nah udah siap-siap tuh, bawa anduk, sabun, dan seperangkat alat konser lainnya, pas banget keluarga pada datang *sepertinya mereka ingin menikmati konser gratis* jadi gue dengan dermawannya menyumbangkan lagu buat mereka dan tebak lagi!!! Pas gue nyanyi, mereka KETAWA sob! Gue berpikir mereka lagi banyolan dan gue tetap bernyanyi riang di konser akbar gue.. lalalala ~ *end*

Gue seneng gue terlahir dengan banyak bakat, kayak main musik, contoh, gendang, yang gue pukul aja udah ngasilin suara, how cool I am B-) pernah gue diteriakin tetangga saking ributnya gue, dan yaaahh beginilah gue, berbakat dengan cara gue sendiri, nggak peduli orang mau berkata apa, gue tetep gue, dan satu yang gue yakini, gue berbakat dan Tuhan punya tujuan nyiptain gue di dunia ini.Dan gue punya cita-cita, yaitu gue pengen bikin idola-idola gue sekarang neeee nanti *entah kapan* berbalik ngefans sama gue. #udagituaja

Bersambung...

Rabu, 08 Agustus 2012

PUISI SURGA


               Aku ini boneka jerami yang terlunta di ujung sepi
             Sosokku bersembunyi di ujung pelangi
             Tak ada yang melihatku
             Termasuk kau sayang
             Tunggu saja aku, sesaat setelah hujan


             “Kau yakin ini puisi darinya?” Tanya Andi sambil menggaruk-garuk kepalanya.
             “Belumkah kau mengerti Andi? Ini memang puisi darinya?” kekeuh ku. Aku yakin sekali itu adalah puisi Nabi.
             “Tapi…” katanya ragu.
             “Tapi apa?”
             “Nabi sudah meninggal Ra!”
             “Tidak! Nabi belum meninggal!”
             “Sudahlah, lupakan!” katanya sembari meninggalkan aku. Air mataku mengiringi kepergiannya. Mengapa Andi tidak percaya kalau ini puisi dari Nabi. Nabi kekasihku. Raganya memang mati, tapi jiwanya masih tetap hidup dalam pikiranku.
             “Tuhan, aku benci kau! Mengapa harus Nabi, Tuhan! Mengapa tidak aku saja?” teriakku sejadi-jadinya. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Ingatanku kembali pada satu bulan lalu, sebelum Nabi meninggal.
             Ketika itu aku sedang koma. Aku terbaring lemah dirumah sakit. Ya, aku kecelakaan bersama kekasihku Nabi saat menempuh perjalanan menuju rumahku yang berada di kota Bandung. Kami jauh-jauh dari Jakarta ke Bandung hanya untuk meminta restu kedua orang tuaku. Nabi ingin melamarku! Saat Nabi mengatakan itu, aku seperti tidak merasakan jari-jariku lagi. Semua pikiranku bahkan hilang. Aku tak sanggup berkata-kata lagi. Hari itu terasa begitu indah. Dengan semangat membara aku dan Nabi bergoncengan naik motor menuju Bandung.
             Diperjalanan Nabiku sempat berjanji bahwa ia akan menuliskan sebuah puisi untukku kalau-kalau orang tuaku menerima lamarannya. Tak terasa air mataku menetes mendengar ucapannya. Aku terharu. Tapi… Tiba-tiba suara rem mobil mendecit. Terlambat! Mobil itu menabrak kami. Aku tak merasakan apa-apa lagi. Yang ada dipikiranku waktu itu antara hidup dan mati dan kekasihku Nabi.
             Lama… Lama aku terbaring dirumah sakit. Hingga akhirnya aku tersadar dan semua gelap. Aku raba kepalaku. Ternyata sebuah perban yang membuat gelap-gulita. Dimana aku? Itulah pertanyaan pertamaku saat aku sadar. Aku dengar ibuku menangis dan ayahku berteriak memanggil dokter. Aku tak begitu jelas mendengar percakapan mereka. Kepalaku pusing. Pikiranku sedang kalut. Kecelakaan itu?!
             Setelah terdiam cukup lama, dokter pun membuka perban yang mengelilingi mata ku perlahan.
             “Coba matanya dibuka pelan-pelan!” perintah dokter tersebut. Dan setelah aku membuka mata, kulihat ayah dan ibuku menangis. Tangis bahagia. Mereka memelukku bergantian setelah aku pastikan bahwa aku tahu itu mereka. Butiran air mataku pun tak terasa menetes.
             “Nabi orang yang baik, Ra!” kata ibuku sambil tersendat-sendat karena menangis. Tiba-tiba aku teringat sesosok lelaki, Nabi!
             “Apa maksudmu Tuhan? Kau ingin mengusirku dari taman ini. Mengapa pakai air? Kenapa tidak pakai hujan batu saja  sekalian. Bukankah apa pun yang kau inginkan pasti akan terwujud?  Hah! Kau pikir aku akan meninggalkan tempat ini? Aku tidak akan pergi dari sini sebelum kau keluarkan hujan batuMu! Sekalian saja kau usir nyawaku dari dunia ini. Agar tubuhku ini leluasa dimakan ulat-ulat kuburan!Agar cacing-cacingMu kenyang memakan nadiku. Agar kau puas melihat jiwaku terhempas di neraka jahanamMu. Sama seperti apa yang kau lakukan pada Nabiku!” teriakku seusai berhenti mengingat kejadian pahit itu.
             “Orang bodoh!” teriak seseorang dari belakang. Tak ku herankan suara itu. Aku tetap mementingkan percakapanku dengan Tuhan. Dinginnya air hujan semakin merayapi tubuhku. Rambutku yang ikal menjadi lurus seketika karena hujan. Tak ku pedulikan tubuhku yang kebasahan. Aku masih ingin berbicara dengan Tuhan sambil meremas selembar kertas yang berisi tentang puisi. Puisi Nabi. Aku ingin minta keadilan pada Tuhan!
             “Apa perlu aku bawakan kuburan Nabi kesini agar kau percaya bahwa Nabi sudah meninggal?!” suara itu lagi? Suara langkah kaki juga bertabrakan dengan hujan yang semakin deras. Semakin mendekat. Tanpa menunggu detik yang bergerak lambat, langsung aku berdiri dan…
             PRAKK!!!
             Sebuah tamparan melayang ke wajahnya.
             “Andi!” pekikku.
             “Ap.. Apa.. Maaf!” ku peluk sahabatku itu erat. Aku ingin berbagi sedikit kesedihanku bersama Andi. Andi juga balas memelukku.
             “Maaf, aku tak sengaja!” belaku.
             “Hanya karena seorang Nabi kau menampar seorang sahabat yang telah setia bersamamu dari kecil? Hanya karena seorang Nabi kau memaki Tuhan? Sadar Ra, Nabi sudah meninggal! Mau tidak mau, kau harus terima kenyataan itu. Dia baik, Aura! Dia relakan matanya demi kamu. Kekasih yang dicintainya. Apa kau tidak kasihan pada Nabi. Ia ingin kau merelakannya. Aku tahu, dia akan tetap terus memantaumu dari sana. Memperhatikan kamu, mencintai kamu, Aura Nabi! Dan Tuhan sudah memberikan kamu waktu untuk hidup lebih lama. Pergunakan baik-baik Ra. Aku tahu maksud Nabi itu baik. Bukan menyuruh kau melakukan dosa dengan memaki Tuhan seperti itu. Sebagian dari tubuhnya sekarang ada di kepalamu. Gunakan itu baik-baik. Kau bisa bertemunya lagi! Nanti, di surga.” Ceramahnya.
             “Ingat Ra, semua yang hidup pasti akan mati! Dan pasti ada yang bisa menggantikan Nabi suatu hari nanti! Aku mau…”
             “Nabi masih hidup!” teriakku memotong kata-katanya. Mengapa Andi masih belum mengerti perasaanku?
             “Apa?!” tanyanya heran sambil memegang kepalaku dan menatapku tajam. Aku tahu apa yang sedang dipirkannya saat ia menatap mataku saat ini. Ia pasti menyebutku sudah gila! YA, AKU MEMANG SUDAH GILA!!!
             “Percayalah Andi, ini memang puisi dari Nabi.” Kataku meyakinkannya sambil terisak-isak.
             “Apa buktinya Aura?” katanya melunak. Aku terdiam sejenak.
             “Ini kan tulisan tanganmu Ra! Jadi apa buktinya kalau itu puisi dari Nabi?” tambahnya.
             “Kau tahu kan kalau aku tidak bisa menulis puisi? Apakah kau ingat puisi terakhirku yang aku buat?” Tanyaku sambil menghentikan tangisku sejenak. Andi hanya mengangguk pelan.
             “Puisi ini memang aku yang tulis!” aku tak mampu berkata lagi.
             “Aku tidak bisa menulis puisi!” ungkapku.
             “Jadi…” tanyanya penasaran.
             “Nabi merasuki pikiranku. Dia masih hidup Andi. Nabi masih hidup!” air mataku kembali menetes. Lagi-lagi Andi terdiam.
             “Kau lihat, ini tanggal aku menulis puisi, 14 Juni. Itu hari saat Nabi berjanji akan membuatkan aku puisi. Aku tidak mungkin salah. Sedangkan aku baru sadar seminggu setelah operasi dan sebelum Nabi dimakamkan! Dan tiba-tiba saja hatiku tergerak untuk menulis puisi itu. Dan tanpa sadar aku menulis tanggal itu..” aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku lagi. Aku terduduk  lemas. Aku juga sangat menyesal telah memaki Tuhan. Maafkan aku Tuhan! Telah aku ikhlaskan Nabiku untuk-Mu. Hujan perlahan berhenti. Andi juga duduk dan membantu mengangkat tubuhku untuk kembali berdiri. Ia usap rambutku lalu memelukku. Air mataku seolah menggantikan air hujan yang kini benar-benar berhenti. Andi kini membisu. Ia hanya memelukku dan membelai lembut rambutku. Diam-diam kuperhatikan lagi kertas yang masih ada di genggamanku. Aku buka hati-hati agar tidak sobek karena basah terkena air hujan.

             Aku ini boneka jerami yang terlunta di ujung sepi
             Sosokku bersembunyi di ujung pelangi
             Tak ada yang melihatku
             Termasuk kau sayang
             Tunggu saja aku, sesaat setelah hujan


             Ku lipat kertas ku perlahan. Tanpa sadar aku tersenyum, melihat mejikuhibiniu itu terbebas dan menempel diangit. PELANGI?!






J