Bersama mentari
aku terbenam
Bersama senja aku
bergandengan
Mungkin menyambut
kesendirianku
Tanpamu . .
Pada cakrawala ku lukiskan rinduku
Mungkin tak akan lagi
bersamamu
Yang kau
porak-porandakan bersama tebing-tebing ,
Rumah-rumah, yang kau
janjikan bersama teratai
Dan kesetiaanku masih
menunggu dibalik dinding
Senja baru saja menghilang! Berapa kali senja pergi
tanpamu sayang? Aku menunggumu.. Mungkin masih menunggumu! Kapan kau kembali?
Tega sekali kau menghancurkan harapanku? Hatiku? Kau tembus begitu saja dengan
pisau! Mengapa kau begitu jahat sayangku? Kamu tidak takut kalau aku akan pergi
bersama wanita lain? Apa jangan-jangan kau juga punya simpanan? Lelaki selain
aku, begitu?!
Hah?! Mengapa aku begitu cengeng? Masa laki-laki harus
menangisi wanita? Tapi asal kalian tau saja, wanita ini bukan sembarang wanita!
Dia adalah.. seseorang yang luar biasa! Wanita manapun tidak bisa menggantikan
posisinya dihatiku!
Tapi.. Tapi.. sudah lama ia pergi! Dia pergi ke kota
lain. Kota yang penduduknya menyukai baju putih. Kota yang tidak ada
kuburannya! Jaraknya jauh sekali dari kota tempat aku beranjak sekarang. Tapi
aku yakin, dia pasti lebih suka tempat itu dari pada disini, Tenggarong, kota
yang katanya asri! Nyatanya.. banyak sampah! Bau! Sungainya juga kotor. Bahkan
aku susah untuk melihat ikan-ikan yang sedang berenang. Mahakam! Sungai yang
menjadi kebanggaan orang sini. Tempat aku dulu bersama wanitaku merencanakan
untuk berenang bersama? Sedikit bolang
memang. Tapi itulah dia, wanitaku! Selalu ceria, tersenyum, ketawa-ketawa kayak
nenek lampir, loncat-loncat sendirian sampai susunya meroyah naik-turun hanya
karena nilai matematika dirapotnya dapat 90! Bangga sekali aku padanya.. Bahkan
nilaiku pun dikalahkannya.
Itulah
wanitaku, yang namanya.. masih aku simpan! Tak akan aku beri tahu pada kalian, karena,
kalau kalian sudah mendengar namanya, kalian bisa suka juga padanya! Dia aku
simbolkan sebagai “Si cantik”. Karna dia memang sangat cantik! Aku beruntung
pernah mengenalnya. Aku beruntung sempat memilikinya sampai pada akhirnya dia
pindah ke kota “itu”. Tapi “Si Cantik” hanyalah milikku! Dia itu seperti
bintang. Dan kalian tidak akan pernah meraihnya sekalipun kalian memakai
pesawat jet untuk menggapainya dilangit. Hanya aku! Ya, hanya aku..
Walaupun dia sudah pindah, tapi aku tetap sayang
padanya! Dia masih seperti dulu, setia menemani aku menulis puisi. Dan aku
selalu menulis dikala senja datang. Senja itu merah, “Si Cantik” suka warna
merah! Dan ia ibaratkan dirinya itu adalah senja. Tapi aku lebih suka
memanggilnya dengan sebutan “Si Cantik”. Aku tidak terlalu menyukai senja!
Senja itu sombong! Baru datang sebentar, lalu pergi lagi! Bahkan pernah suatu
hari saat senja datang kerumahku, ia tidak sempat minum teh bersamaku. Kalian
tahu kenapa? Karena ia harus cepat-cepat pergi! Dia pikir dia itu artis? Jadi
aku tidak terlalu menyukai senja! Walaupun setiap hari ia tidak pernah tidak
datang kerumahku. Tapi aku mulai belajar menyukai senja saat aku tahu ternyata
“Si Cantik” juga menyukainya! Dan sekarang, setelah “Si Cantik” pergi, tidak
ada lagi yang menemani aku menulis puisi! Senjalah yang menemani aku. Aku
bersyukur senja masih mau menemani aku! Bahkan setelah “Si Cantik” pergi.
Walaupun ia hanya seperti biasa, mampir sebentar. Untuk itu aku selalu
menyiapkan teh bahkan sebelum senja datang!
Pada senja aku
mengaduh
Tentang bukuku yang
semalam membatu
Kusilirkan sungai
pada penantian
Yang resah menunggu
gelisah
Perandaianku kau gelayuti
semalam lewat tulisan
Dan pada embun pagi .
.
Hanya kau jadikan
hembusan angin belaka
Kalian tahu aku? Ya, aku.. aku adalah pengecut dan aku
adalah orang bodoh yang begitu saja membiarkan “Si Cantik” pergi. Mungkin
wanitaku itu marah kepadaku. Tapi karena apa? Pernah aku bertanya pada senja
kenapa “Si Cantik” pergi meninggalkan aku? Tapi senja itu bisu. Saksi bisu.
Saksi abadi cinta kami. Jadi selama aku masih hidup, tanyakan saja apa pun
tentang kisah cintaku bersama “Si Cantik”! Karena.. kalau aku sudah mati,
kalian tidak akan bisa menanyai siapa pun bahkan dengan senja! Senja itu tolol,
bahkan untuk mengangguk atau menggeleng pun ia tidak bisa ketika aku
menanyainya. Tapi senja juga begitu cerdik, ia memberi tahu malam untuk
menyampaikan pesannya, kenapa “Si Cantik” pergi begitu saja? Tanpa pamit,
padaku! Senja itu pemalu, ia tidak pernah mau memberi tahu aku secara langsung.
Makanya ia suruh malam untuk menyampaikan ‘Kenapa “Si Cantik” pergi
meninggalkan aku’ padaku. Dan malam selalu menyampaikan pesan senja tatkala aku
sedang tidur!
Dan sekarang aku tahu jawabannya. .
HP? Sebuah benda kecil, segi empat-kotak, tapi
menyenangkan itulah penyebab dari “Si Cantik” pergi meninggalkan aku! Dan yang
lebih mengejutkan lagi, HP itu adalah HP ku sendiri. Jadi karena HP ku wanitaku
meninggalkan aku. Dan ternyata yang kumiliki meninggalkan aku karena sesuatu
yang aku miliki pula? Betul kata Mega-Pro, Hidup itu adalah pilihan!
Ingatanku tiba-tiba kembali kepada satu bulan lalu, saat
“Si Cantik” masih disini, masih satu sekolah bersamaku, walaupun beda kelas,
aku di 9F, sedangkan dia di 9A. Ya, kami memang masih SMP! Walaupun dilarang
orang tuaku untuk berpacaran, tapi aku tidak mau kehilangan “Si Cantik”! Jadi
aku backstreet saja. Hehe.. Aku jadi
terkekeh sendiri!
Satu bulan lalu, waktu yang begitu cepat bagiku untuk
melepaskan “Si Cantik”! Aku masih kangen dia, aku rindu senyumnya, aku rindu
ingin memeluk dan menciumnya! Aku rindu bau badannya sehabis pelajaran
olahraga, aku rindu melihat kalung yang bergantung dilehernya yang berbentuk
setengah hati dan bertuliskan namaku!
Ketika istirahat sekolah ia selalu memanggilku untuk ke
kelasnya melalui utusannya (temannya). Dan dengan girangnya aku pun
menghampirinya. Tapi aku juga benci “Si Cantik”! Ternyata dia memanggilku hanya
untuk memarahi aku? Menyebalkan!
“Kenapa tadi dua-duaan sama Tiiit (sensor)? Kenapa tadi
pegang-pegangan sama ini, itu, ini, itu?” Itulah kata-kata andalannya saat
melihatku masuk ke kelasnya. Dan setelah ia puas memarahi aku, aku selalu
meminta maaf padanya. Padahal aku tidak salah, aku ulangi sekali lagi, AKU
TIDAK SALAH!!! Tapi, demi “Si Cantik”, aku rela difitnah seperti itu. Dan
nyatanya.. pengorbananku sia-sia. Ia tetap meninggalkan aku! “Si Cantik” jahat!
Ia tidak pernah mau mengerti perasaanku. Setiap kali aku datang ke kelasnya ia
selalu dan selalu memarahi aku? Dia bilang aku gandengan sama wanita lain lah,
bermesraan sama wanita lain lah, selingkuh lah! Itu-itu saja.. Sedangkan dia
sering sama lelaki lain saja aku tidak melarangnya. Dia itu cemburuan! Tapi,
aku mafhum, karena itu tandanya “Si Cantik” sayang padaku! J
Semenjak hari itu, “Si Cantik” tidak mau memaafkan aku.
Aku berusaha membujuknya. Tapi percuma! Dia tidak mau memaafkan aku, kecuali..
aku bawa HP ku! Kenapa harus bawa HP? Tanyaku waktu itu. Dan ia bilang akan
memeriksa isi HP ku, galerinya, kotak masuknya, kontaknya, segala macam!
GLEK!!! Jantungku tiba-tiba berdegub kencang. Bukan karena aku memang beneran
selingkuh. Tapi ada alasan sesungguhnya yang tidak bisa aku beri tahu pada
kalian! “Si Cantik” saja tidak aku beri tahu, apalagi kalian. Tapi aku
mengiyakan permintaan “Si Cantik”. Aku berjanji akan membawa HP besok.
Esoknya pun, seperti biasa, “Si Cantik” memanggilku ke kelasnya
dan hari ini ia menyuruh Iqbal-Si-Penjual-Pastel untuk memanggilku. Dan seperti
biasa aku datang menemuinya di kelas, duduk disampingnya, lalu menanyai
keperluannya. Dan seperti biasa juga “Si Cantik” selalu memegang tanganku.. dan
DIGIGITNYA!!! Sakit sekali gigitannya. Tanpa menunggu menit kulitku yang kuning
langsat seketika berubah menjadi biru. Brengsek “Si Cantik”!
“Mana HP?” tanyanya sambil terkekeh karena melihat
ekspresi wajahku yang terlihat kesakitan.
“Aku lupa!” alasanku. Padahal itu hanya akal-akalan ku
saja. Aku memang sengaja tidak membawa HP! Karena “Tiiit”. Seketika itu juga
air muka “Si Cantik” berubah menjadi merah padam. Ia marah? Sudahlah, biar
saja! Aku sudah biasa menghadapi kemarahannya. Jadi sudah aku siapkan, telinga,
hati dan pikiranku untuk mendengar ocehannya yang tidak jelas itu!
Tapi.. Kenapa “Si Cantik” diam? Ia menatapku tajam. Ia
lepas tanganku perlahan. Apakah ia membatu? Aku pikir tidak! Aku masih bisa
merasakan degub jantungnya yang dag-dig-dug setiap kali bertemu denganku. Tapi,
mengapa ia hanya diam? Apa ia marah besar sehingga tidak mampu berkata-kata
lagi?
“Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt”
tiba-tiba sebuah makian panjang ia lontarkan padaku. Aku kaget sekali, tetapi
aku berusaha untuk tidak memperdulikannya. Dan aku harus men-sensor-nya disini.
Karena makian “Si Cantik” kali ini kasar sekali. Melumat hatiku. Kalian tau
bagaimana rasanya gantung diri di pohon cabai? Ya, seperti inilah aku sekarang.
“Si Cantik” seperti sedang menggantung leherku dengan omongannya. Aku tak
menyangka ia tega memaki aku dengan kata “Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt”.
Tanpa menunggu lama, aku tinggalkan saja dia dengan
ocehannya yang masih melayang-melayang di udara! Ia tambah marah. Dan yang
lebih mengejutkan aku lagi, dia mengejarku! Dia berteriak-teriak kesetanan
memanggil namaku. Tak ku herankan ia. Dengan yakinnya aku tetap berjalan. Walaupun
semua anak disitu melihat kami dengan tatapan aneh, tetap ku biarkan ia
mengejarku tanpa mengherankan ancamannya yang ingin memutuskan hubungan kami.
Aku sangat tau “Si Cantik”, dia itu
cinta mati denganku. Jadi tidak mungkin ia berani memutuskan hubungan kami.
Walaupun waktu itu aku juga kaget mendengar perkataannya.. Tapi aku tahu benar “Si Cantik”. Dia itu kalau marah memang
meledak-ledak! Tapi hanya sebentar. Dalam jangka waktu satu jam saja ia pasti akan
kembali seperti semula. Dan saat aku sedang menuruni tangga..
BRUKK!!!
Tak sengaja aku menabrak seseorang. Seketika itu juga
orang yang aku tabrak terjatuh dan semua benda yang ia bawa berserakan
ditengah-tengah tangga!
“Maaf!” ungkapku. Aku pun membantu orang yang kutabrak
untuk berdiri. Nda!!!
“Ha…!” balasnya. Ternyata dia juga baru menyadari bahwa
yang menabraknya adalah aku! Nda-Si-Cantik-dari-Goa-Kombeng! Dialah mantan
kekasihku. Kekasihku sewaktu aku kelas 1 SMP! Sebelum aku mengetahui keberadaan
“Si Cantik”!
Lamunanku tiba-tiba buyar ketika melihat Nda membereskan
barang-barangnya yang terjatuh. MINYAK?! Untuk apa Nda membawa minyak didalam
botol? Tanyaku waktu itu. Oo.. Ternyata itu adalah bahan sisa Nda praktek IPA
dilaboratorium. Dan aku menyesal telah menumpahkannya.
“Ha…!” teriak seseorang. “Si Cantik”! Maaf Nda! Aku pun
pergi meninggalkan Nda. Aku lari secepat mungkin. Aku toleh kebelakang. Kulihat
“Si Cantik” juga berlari mengejarku. Semakin aku percepat lariku. Hahaha..
“Eh, kenapa tu?”
teriak seorang cewek kepada kawannya. Aku terhenti ketika mendengar percakapan
mereka. Tiba-tiba saja semua orang berlari berkerumunan ditangga yang baru saja
aku turuni. Ada apa ya?
Saking penasarannya, aku pun ikut berkerumun. Tapi
secara sembunyi-sembunyi. Jangan sampai “Si Cantik” melihatku. Nanti ia pasti
akan menyeretku keluar dari kerumunan dan menambahkan makiannya dengan
kata-kata yang lebih tidak berperikemanusiaan!
Ada apa sih?
Ada apa sih? Aku tidak bisa melihat secara langsung. Penuh
sekali disini! Sebagian dari mereka ada yang mual-mual sehabis keluar dari
kerumunan itu! Saking penasarannya aku pun berusaha menyerobot dari anak-anak
ini.
DARAH! ROK BIRU! MINYAK ITU! WANITAKU! “SI CANTIK”!!!
Air mataku mengucur seketika. Apa yang terjadi pada “Si Cantik”? Aku pegang
kepalanya, penuh dengan darah! Kulepas seragamku dan aku ikatkan ke kepala “Si
Cantik”. Guru-guru langsung berdatangan dan segera melarikan “Si Cantik”
kerumah sakit. Apa yang terjadi? Mengapa?
AKU BINGUNG dan KALUT waktu itu! Air mataku tak henti-hentinya
bercucuran. Aku harus menemani “Si Cantik” kerumah sakit! Harus!!!
Sepanjang perjalanan aku terus menggenggam tangan “Si
Cantik”. Kulihat wajahnya yang pucat. Tangannya dingin. Kulihat “Si Cantik”
kesusahan mencari oksigen.
“CEPAT PAK!!!” Teriakku pada supir ambulan.
Setibanya dirumah sakit, dengan cepat “Si Cantik”
dilarikan ke UGD. Aku masih ikut menemaninya sampai pada akhirnya aku distopkan di depan pintu UGD.
Tak berapa lama orang tua “Si Cantik” pun datang. Ibunya
menangis sejadi-jadinya. Sedangkan ayahnya berusaha untuk tetap tegar walaupun
aku lihat raut wajahnya yang tampak sedih. Lalu bu Lis, wali kelas 9A membawa
orang tua “Si Cantik” agak jauh dari ruang UGD. Sepertinya bu Lis ingin
menjelaskan apa yang terjadi. Aku merasa bersalah dengan orang tua “Si Cantik”!
Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan?! Batinku. AKU MENYESAL TELAH MENUMPAHKAN
MINYAK ITU!!! Seandainya aku tidak lari! “Si Cantik” pasti tidak akan
mengejarku dan terpeleset. DASAR BODOH!!!
Pikiranku kacau waktu itu. Aku kalut! Aku hanya duduk
mematung mem-flashback kejadian yang
baru saja aku alami.
Berjam-jam aku menunggui “Si Cantik”! Tapi, “Si Cantik”
belum saja selesai berjuang di dalam sana. Maafkan aku “Cantik”! Maaf kan aku!
Aku memang tolol..
AKU MEMANG TOLOL!!! Aku pukuli kepalaku sambil
meronta-ronta.
Tiba-tiba datang seseorang memegangi tanganku. PETUGAS!
“Cepat panggil dokter! Orang gila ini mengamuk lagi!” kata
petugas pada petugas satunya.
Aku tetap bertahan didepan jendela neraka ini! Erat
kupegang bingkai jendelanya yang terbuka. Aku tak mau di ikat lagi di kasur
itu. Aku tak mau dibuat tidur dengan jarum itu. Aku tidak Gila! Kalian dengar
itu, AKU TIDAK GILA!!! Tiba-tiba hembusan angin pun datang melewati jendela dan
menerbangkan puisi yang baru saja aku buat untuk “Si Cantik”. Senja juga pamit
untuk pulang. Mungkinkah senja membisiki angin untuk menyampaikan rinduku pada
“Si Cantik”? Jauh angin itu menerbangkannya. Mungkin.. menuju surga!
J